Pemutusan Hubungan Kerja
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
NAMA : PRIMAJATTI PRATIWI
NPM :
25216797
KELAS : 4EB10
MATA
KULIAH : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupannya setiap orang mempunyai kebutuhan yang
beraneka ragam. Untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut, kita dituntut untuk
bekerja, baik bekerja sendiri dengan membuka peluang usaha baru, berwirausaha
ataupun juga bisa dengan bekerja dengan orang lain. Pekerjaan yang diusahakan
sendiri adalah bekerja atas usaha modal dan tanggungjawab sendiri. Sedang
bekerja pada orang lain adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain , yang
memberikan perintah dan mengaturnya , karena itu ia harus tunduk dan
patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.
Bila kita
bekerja pada orang lain, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perusahaan.
Berarti kita sudah menjalankan hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan.
Dengan adanya hubungan pekerjaan, karyawan mempunyai hak dan tanggung jawab
begitupula dengan pihak perusahaan. Seperti halnya hidup, pengabdian dan
tanggungjawab kita di perusahaan juga pasti akan berakhir. Namun setiap orang
yang bekerja memiliki waktu pengabdian di perusahaan yang berbeda-beda,ada yang
hingga batas ketentuan yang telah disepakati, atau mungkin berakhir di tengah
karier. Bagi yang telah mencapai batas perjanjian, tentu saja tidaklah
bermasalah. Namun lain halnya dengan yang terpaksa harus berhenti ditengah masa
kerjanya. Pemutusan hubungan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi
perekonomian masyarakat yang sudah di PHK dari perusahaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
2.2 Arti
dan Sebab-sebab PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh
pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun
penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut
dengan PHK. Menurut pasal 61
Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat
berakhir apabila :
a.
Pekerja meninggal dunia
b. Jangka waktu kontak
kerja telah berakhir
c.
Adanya putusan pengadilan atau penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
d. Adanya keadaan atau
kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka
waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar
upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerja.
Menurut Pasal 158 UU Perburuhan No. 13/2003, Perusahaan dpt melakukan
PHK bila karyawan/buruh melakukan
kesalahan berat sbb :
- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
- Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
- Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
- Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
- Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
- Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
- Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara;
- Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
2.3 Jenis-jenis
Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan
kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu :
1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara
- Sementara tidak bekerja : Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
- Pemberhentian sementara : Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti
- Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
- erminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan sukses.
- Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.
2.4 Prosedur
Pemberhentian Hubungan Kerja
Permberhentian
Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai
dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka
menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur
sebagai berikut:
- Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
- Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
- Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Menurut Mutiara S. Panggabean Proses
Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang
diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964.
Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D
(Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan
kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P
(Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka
perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus
menjalankan kewajibannya.
Namun
sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan
efisiensi dengan:
- Mengurangi shift kerja
- Menghapuskan kerja lembur
- Mengurangi jam kerja
- Mempercepat pensiun
- Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
2.5 Mengapa
PHK Dilakukan
Alasan
PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri , kesepakatan berrsama. Selain itu:
- Selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
- Pekerja melakukan kesalahan berat.
- Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan.
- Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusahan (keinginan Karyawan).
- Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya.
- PHK Massal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
- Peleburan, penggabungan, perubahan status.
- Perusahaan pailit.
- Pekerja meninggal dunia.
- Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut.
- Pekerja sakit berkepanjangan.
- Pekerja memasuki usia pensiun.
2.6 Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian
Pasal 156 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa apabila terjadi
PHK pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh.
Perhitungan uanga pesangon yang seharusnya diterima oleh
pekerja/buruh ditetapkan sebagai berikut:
- masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
- masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
- masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
- masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
- masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
- masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang darai 8 tahun, 8 bulan upah;
- masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja yang seharusnya
diterima oleh pekerja/buruh ditetapkan sebagai berikut:
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
- masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
- masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
- masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
- masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
- masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
- masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Uang
penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh meliputi:
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
- pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2.7 Larangan
Terhadap PHK
Perusahaan
dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan-alasan sebagai
berikut (Pasal 153 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan):
- Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
- Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Pekerja/buruh menjalankan idabah yang diperintahkan agamanya;
- Pekerja/buruh menikah;
- Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
- Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; (frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;” sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstutusi)
- Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
- Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
- Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
- Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Bila perusahaan melakukan PHK dengan alasan-alasan
di atas, maka PHK tersebut batal demi hukum dan
perusahaan/pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan (Pasal 153 ayat 2 UU Ketenagakerjaan).
2.8 Macam dan
Persyaratan Pensiun
Jenis / Macam Pensiun
· Non Batas Usia Pensiun
(Non BUP);
· Batas Usia Pensiun (BUP),
PNS yang telah mencapai BUP harus diberhentikan dengan hormat sebagai PNS;
· Pensiun Janda/Duda;
· Pensiun Anak.
Macam-macam BUP ditentukan sebagai berikut
· Usia 56 tahun
· Usia 58 tahun
· Usia 60 tahun
· Usia 63 tahun
· Usia 65 tahun
· Usia 70 tahun
PNS diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS karena mencapai BUP, berhak atas pensiun apabila ia
telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun
PNS yang akan mencapai BUP dapat dibebaskan dari jabatannya untuk paling lama 1 tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan PNS yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 PP No. 32/1979 apabila tidak memangku lagi jabatan tersebut maka sebelum yang bersangkutan diberhentikan sebagai PNS kepada yang bersangkutan diberikan bebas tugas 1 tahun.
PNS yang akan mencapai BUP dapat dibebaskan dari jabatannya untuk paling lama 1 tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan PNS yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 PP No. 32/1979 apabila tidak memangku lagi jabatan tersebut maka sebelum yang bersangkutan diberhentikan sebagai PNS kepada yang bersangkutan diberikan bebas tugas 1 tahun.
Berakhirnya hak pensiun pegawai (pasal
14 UU No. 11/1969) Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima
pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Pembatalan pemberian pensiun pegawai (pasal
15 UU No. 11/1969)
Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969
Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969
Pendaftaran isteri/suami/ anak sebagai
yang berhak menerima pensiun janda/duda.
- Pendaftaran isteri( isteri – isteri) /suami/anak(anak-anak) sebagai yang berhak menerima pensiun janda / duda harus dilakukan oleh pegawai negeri atau penerima pensiun pegawai yang bersangkutan menurut petunjuk kepala Kantor Urusan Pegawai. Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-tiap isteri didaftarkan.
- Pendaftaran isteri ( isteri – isteri ) / anak ( anak-anak) sebagai yang berhak menerima pensiun janda harus dilakukan dalam waktu 1 ( satu ) tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat terjadinya kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.
Persyaratan Pensiun
BUP :
- Foto copy Karpeg yang dilegalisir;
- Foto copy Karis/Karsu yang dilegalisir;
- Surat Pernyataan tidak menyimpan barang miliki Negara;
- Salinan Foto copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat;
- Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
- Foto copy Akte / Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
- Daftar perincian gaji terakhir;
- Surat Keterangan masa kerja sebelum menjadi PNS;
- Foto copy SK CPNS (80%);
- Foto copy SK PNS (100%);
- Foto copy SK Pangkat terakhir;
- Foto copy Surat Keterangan Berkala terakhir;
- Foto copy SK Jabatan terakhir;
- Daftar Riwayat Pekerjaan;
- Surat Pernyataan Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
- DP 3 dua tahun terakhir;
- Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP);
- Surat Keterangan Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
- Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
- 7 (tujuh) lembar photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
- Surat Pengantar dari Dinas.
Persyaratan Pensiun Janda / Duda :
- Foto copy Karpeg yang dilegalisir;
- Foto copy Karis/Karsu yang dilegalisir;
- Surat Pernyataan tidak menyimpan barang miliki Negara;
- Salinan Foto copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat;
- Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
- Foto copy Akte / Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
- Daftar perincian gaji terakhir;
- Surat Keterangan masa kerja sebelum menjadi PNS;
- Foto copy SK CPNS (80%);
- Foto copy SK PNS (100%);
- Foto copy SK Pangkat terakhir;
- Foto copy Surat Keterangan Berkala terakhir;
- Foto copy SK Jabatan terakhir;
- Daftar Riwayat Pekerjaan;
- Surat Keterangan Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
- Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
- 7 (tujuh) lembar photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
- Surat Keterangan Kematian dari Desa / Kelurahan;
- Surat Keterangan Janda / Duda dari Desa / Kelurahan;
- Surat Keterangan Ahli Waris dari Desa / Kelurahan;
- Surat Pernyataan Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
- DP 3 dua tahun terakhir;
- Surat Pengantar dari Dinas.
Pegawai Negeri Sipil yang memangku
jabatan usia 58 Tahun :
- Hakim Mahkamah Pelayaran ( PP No.32 tahun 1979)
- Hakim Agama pada pengadilan agama tingkat banding
- Hakim Agama pada pengadilan agama
- Jaksa yang tidak memangku Jabatan Eselon I, II ( UU No. 5 tahun 1991)
- Sekretaris jenderal, inspektur jenderal, direktur jenderal dan kepala Bandan di departemen
- Eselon I dalam jabatan structural
- Eselon II dalam jabatan structural
- Ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan negeri
- Dokter yang ditugaskan secara penuh pada lembaga kedokteran negeri sesuai dengan profesinya
- Pengawas sekolah lanjutan tingkat atas dan pengawas sekolah lanjutan tingkat pertama
- Guru yang ditugaskan secara penuh pada sekolah lanjutan tingkat atas dan sekolah lanjutan tingkat pertama
- Penilik taman kanak-kanak, penilik sekolah dasar, penilik pendidikan agama
- Jaksa yang tidak memangku jabatan Eselon I dan II
- Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberhentian adalah pemutusan
hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Ada
dua Jenis Pemberhentian hubungan kerja (PHK), yaitu : (1) Pemberhentian
Hubungan Kerja (PHK) Sementara ; PHK
sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan
dengan tujuan yang jelas, dan (2) Pemberhentian
Hubungan Kerja (PHK) Permanen ; PHK
permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu Keinginan sendiri, Kontrak yang Habis,
Pensiun, Kehendak Perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar