UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Secara umum,
materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan
yang terdiri
dari :
1. Perjanjian
yang dilarang;
2. Kegiatan
yang dilarang;
3. Posisi
dominan;
4. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan
hukum;
6. Ketentuan
lain-lain.
Pasal
1 tentang Ketentuan Umum
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah
penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku
usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.
4. Posisi dominan adalah keadaan di mana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
5.
Pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
6. Persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu
atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku
usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
8.
Persekongkolan atau konspirasi usaha
adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha
lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku
usaha yang bersekongkol.
9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana
para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.
10.Pasar
bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran
tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis
atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
11.Struktur
pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar,
antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,
keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
12.Perilaku
pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai
pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan,
antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode
persaingan yang digunakan.
13.Pangsa
pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender
tertentu.
14.Harga
pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai
kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
15.Konsumen
adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
16.Barang
adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
17.Jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku
usaha.
18.Komisi
Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
19.Pengadilan
Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Pasal
2 tentang Asas dan Tujuan
Pelaku usaha di
Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Perjanjian
yang Dilarang Bagian Kedua
Pasal
5 tentang Penetapan Harga
(1) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku bagi:
a. suatu
perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu
perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Perjanjian
yang Dilarang Bagian Ketiga
Pasal
9 tentang Pembagian Wilayah
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau
jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Perjanjian
yang Dilarang Bagian Keempat
Pasal
10 tentang Pemboikotan
(1) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
(2) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut:
a.
merugikan atau dapat diduga akan
merugikan pelaku usaha lain; atau
b.
membatasi pelaku usaha lain dalam
menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
Perjanjian
yang Dilarang Bagian Kesembilan
Pasal
15 tentang Perjanjian Tertutup
(1)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan
atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan
atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku
usaha pemasok.
(3)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang
memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari
pelaku usaha pemasok:
a. harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b. tidak
akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Perjanjian
yang Dilarang Bagian Kesepuluh
Pasal
16 tentang Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang
memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha
tidak sehat.
Kegiatan
yang Dilarang Bagian Pertama
Pasal
17 tentang Monopoli
(1)
Pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau
jasa yang sama; atau
c. satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Kegiatan
yang Dilarang Bagian Ketiga
Pasal
19 tentang Penguasaan Pasar
Pelaku usaha
dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama
pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku
usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan
pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku
usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan
barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau
d.
melakukan praktek diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu.
Pasal
21
Pelaku usaha
dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya
lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan
yang Dilarang Bagian Keempat
Pasal
22 tentang Persekongkolan
Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak
sehat.
Posisi
Dominan Bagian Ketiga
Pasal
27 Pemilikan Saham
Pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan
yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki
kegiatan usaha
yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila
kepemilikan
tersebut mengakibatkan:
a.
satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu;
b.
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Bagian Pertama
Pasal 30 tentang
Status
(1)
Untuk
mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan
Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
(2)
Komisi
adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
Pemerintah serta pihak lain.
(3)
Komisi
bertanggung jawab kepada Presiden.
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Bagian Ketiga
Pasal 35 tentang
Tugas
Tugas Komisi
meliputi:
a. melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 16;
b.
melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan
penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil
tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e.
memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f.
menyusun
pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Bagian Keempat
Pasal 36 tentang
Wewenang
Wewenang Komisi
meliputi:
a. menerima
laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
c. melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
d. menyimpulkan
hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil
pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
f. memanggil
dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g.
meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
h.
meminta
keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan
atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
ini;
i. mendapatkan,
meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j.
memutuskan
dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
k. memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 38 tentang
Tata Cara Penanganan Perkara
(1)Setiap orang
yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran
terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi
dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan
menyertakan identitas pelapor.
(2)Pihak yang
dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undangundang ini dapat
melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan
jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan,
dengan menyertakan identitas pelapor.
(3) Identitas
pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh Komisi.
(4) Tata cara
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Komisi.
Sanksi Bagian
Pertama
Pasal 47 tentang
Tindakan Administratif
(1) Komisi berwenang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan
pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal
13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14; dan atau
c. perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat; dan atau
d. perintah kepada
pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e. penetapan
pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. penetapan pembayaran
ganti rugi; dan atau
g. pengenaan denda
serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Sanksi Bagian
Kedua
Pasal 48 tentang
Pidana Pokok
(1)
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai
dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3)
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Sanksi Bagian
Ketiga
Pasal 49 tentang
Pidana Tambahan
Dengan menunjuk
ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana
tambahan berupa:
a.
pencabutan
izin usaha; atau
b.
larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.
penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
KETENTUAN
LAIN
Pasal
50
Yang
dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a.
perbuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; atau
b.
perjanjian
yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten,
merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu,
dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
c.
perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan
atau menghalangi persaingan; atau
d.
perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan; atau
e.
perjanjian
kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
luas; atau
f.
perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g.
perjanjian
dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan
dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h.
pelaku
usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i.
kegiatan
usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan
atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan
atau pemasaran
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undangundang
dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan
atau lembaga
yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 52
(1)
Sejak
berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
(2)
Pelaku
usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan dan atau
tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini diberi waktu 6
(enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk melakukan penyesuaian.
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
53
Undang-undang
ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal
diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Referensi:
www.kppu.go.id
Komentar
Posting Komentar